Laman

Kamis, 11 Januari 2024

Alasan sering slek sama istri



Aku sering slek sama istri gara-gara bahasa

Istriku punya prinsip mencintai bahasa Indonesia. Jadi dia sering pake bahasa indonesia seperti yang aku repost sebelum ini.

Bagiku urgensi dalam komunikasi adalah soal bahasa kita dimengerti oleh y mendengar/membaca. Bila bahasa indonesia g dipake tidak umum, gimana bisa orang lain mengerti?

Salindia, pewara, wicara, dil memang bahasa indonesia, tapi rasanya asing di telinga masyarakat kita.

Jadi penggunaan bahasa indonesia baik dan benar harus tau urgensinya. Jangan sampe fungsi bahasa yang harusya untuk mencapai kesepahaman, malah gagal paham gara gara pakai istilah yang orang lain bingung apa maksud dan artinya.

Aku lebih memilih pakai bahasa asing tapi akrab di telinga dan dapat dimengerti dengan mudah oleh kawan bicara.

Daripada pakai bahasa Indonesia, tapi gagal dipahami makna intinya.

Bagiku menggunakan sedikit bahasa asing demi kelancaran komunikasi bukan berarti tidak cinta bahasa

Indonesia.

Nah aku ngomong gini beraninya disini aja.

Kalo sama istri, demi stabilitas negara, bahasa musang rusia pun yang dipakenya awak ikuti.

Minggu, 19 Agustus 2018

2019 Ganti gak ya?


Assalamualaikum kawan-kawan, izinkan saya sekali-sekali menulis hal yang tidak terlalu serius. Butuh keberanian yang besar bagi saya untuk mempublikasikan keresahan saya ini. Berangkat dari komentar negatif nan menyedihkan yang menyebarkan aura negatif di linimasa saya soal perhelatan upacara pembukaan asian games semalam.

Menurut saya, menyerang segala ketidaksempurnaan pemimpin yg menjabat dan berkoar-koar untuk menggantinya di masa mendatang adalah sebuah ketidak-dewasaan dalam berpikir. Karena..

Bagi saya memiliki pemimpin adalah nikmat. Banyak negara yg memiliki dualisme kepemimpinan, kita pernah mengalaminya saat transisi dari orde lama ke orde baru. Dampaknya? Tanya sama nenek-kakek kita apa dampaknya dari dualisme dulu, entah berapa nyawa harus hilang di masa itu. Baik hilang karena berpulang ke rahmatullah, ataupun hilang dalam arti sesungguhnya.

Jika mungkin lupa atau gatau soal ini, contoh paling deket ya saat dualisme PSSI. Akibatnya, timnas sepak bola kita lumpuh. Alih alih berprestasi, PSSI dibekukan FIFA. Gara gara apa semua itu? Ya. Politik kepentingan. Dua pihak yang bergesekan. Yang resmi tak didukung publik, sementara oposisi terlalu kuat. (ya yang resmi jelas jelas salah, wajar dong gak didukung!) ya ya ya. Benar. Tapi sadar gak sih? Dualisme itu karena apa? Ya karena kedua pihak ada yg dukung, dan jumlahnya sama kuat.

Jadi begini kawan, cara paling bijaksana bila kamu tak suka dengan sebuah rezim yg menjabat adalah dengan bersatu melawannya. Persis yg abang-abang dan om-om kita lakukan tahun 98. Poinnya ada di persatuan. Bersatu dulu, sepakat dulu bahwa suatu rezim itu berbuat zalim baru diturunkan, dengan catatan tidak menyebut atau mendukung seseorang atau kelompok lain untuk naik menggantikannya. Garis-bawahi kalimat terakhir sebelum ini.

Seingat saya tahun 98 seluruh bangsa sepakat ganti presiden, tanpa menyebut siapa penggantinya. Tanpa terbagi menjadi dua kelompok yang berseteru seperti sekarang, hingga bapak tak menegur anak karena perbedaan pilihan politik.

Tahun 98 kita bergandeng tangan, sepakat bahwa presiden kita harus diganti, lalu dalam menentukan penggantinya, kita membiarkan proses demokrasi berjalan sesuai sebagaimana mestinya menurut UUD 1945. Proses ini lah yg kita sebut reformasi.

Saya bukan fanboy jokowi, ataupun haters prabowo. Saya kecewa dengan mereka berdua karena gagal 'menjinakkan' para pendukungnya masing-masing. Padahal, dengan segala sumber daya yang mereka berdua miliki, saya rasa bukan suatu yg mustahil untuk menjalankan amanah sila ke-3 Pancasila.

Saya menulis ini murni karena kecewa dengan sikap banyak saudara kita yang tua di umur, tapi bocah di tingkah-laku dan tutur kata. Studi kasusnya ya seperti yang saya sebutkan di awal tulisan ini, yaitu Opening Ceremony Asian Games, semalem.
Waduh.. Acara itu gawat sih. Gak pernah saya liat se-wow itu kita pernah punya acara. Harusnya didukung itu!!! Dukungggg!!! Support!!! Bukan malah dinyinyirin.

Saya ngerti ada kelompok yang sudah kadung ingin sekali mengganti presiden. Tapi ya nikmati dulu lho acara kita ini, ganti presiden itu 2019. Hiduplah di masa sekarang. Jangan kufur nikmat. Nikmati dulu hari ini. Dukung, dan kawal terus masa-masa terakhir pemerintahan sekarang ini.  Jangan karena ego dan keinginan keras kita mendukung seseorang atau kelompok lain, hingga menimbulkan perpecahan dan perang saudara. Ayolah kita bersatu, jangan saling serang, saling menyumpah serapahi, menebar fitnah, dan lain sebagainya. Yang tak kalah penting, jangan mudah percaya, jangan mudah terprovokasi. Bangsa kita bisa jauh lebih baik daripada itu.

Pada akhir tulisan ini, bantu saya jawab pertanyaan ini. Karena saya pun tidak tau jawabannya. Begini.. Apabila presiden sudah diganti nantinya, apakah semua permasalahan bangsa yang ada sekarang akan selesai? Rupiah menguat, semua bahan pokok harganya terjangkau dan stabil. Inflasi, tingkat kemiskinan, impor sembako, pengangguran jumlahnya menurun? Apakah sumber daya alam kita saham mayoritasnya akan didominasi oleh anak bangsa? Dan segala-segala masalah yang sangat kompleks lainnya. Apakah terselesaikan?

Kalau tidak selesai dengan presiden baru nanti, apakah tahun 2024 akan ada gerakan dengan tagar #2024gantipresiden lagi oleh orang dan kelompok yang sama dengan yang menyuarakan #2019gantipresiden?

Kamu dukung seseorang dan kelompok tertentu, atau dukung kemajuan bangsa Indonesia? Coba bantu saya jawab.

Kalau belum bisa bantu jawab, setidaknya ayo sama-sama kita kawal rezim yang berkuasa sekarang. Apresiasi dan syukuri yang baik, lalu koreksi yg buruk. Dengan begitu kita bisa wujudkan sila ke-3, Persatuan Indonesia.
#DirgahayuRI73